PERHATIAN, PERSEPSI DAN ILUSI MAKALAH PENGANTAR PSIKOLOGI


BAB II

PEMBAHASAN

A.    PERHATIAN  

Perhatian berhubungan erat dengan kesadaran jiwa terhadap suatu objek yang di reaksi pada sesuatu waktu. Terang tidaknya kesadaran kita terhadap suatu objek tertentu tidak tetap dan ada kalanya kesadarran kita meningkat (menjadi terang), da nada kalanya menurun (menjadi samar-samar). Keadaan lapangan kesadaran dan kekuatanya tidak tetap pula, kaang-kadang luas dan kadang-kadang menjadi sempit. Hal itu tergantung pada penggerahan aktifitas jiwa terhadap objek tersebut.

Taraf kesadaran kita akan meningkat kalau jiwa kita dalam mereaksi sesuatu meningkat juga. Apabila taraf kekuatan kesadaran kita naik atau menjadi giat karrena sesuatu sebab maka kita berada pada permulaan perhatian. Perhatian timbuk bermula dari kesadarn kita terhadap sesuatu.

Syarat-syarat agar perhatian mendapat manfaat sebanyak-banyaknya:

1.      Inhbisi, yaitu pelarangan atau penyingkiran isi kesadaran yang tidak di perlukan,atau menghalang-halangi masuk ke dalam lingkungan kesadaran.

2.      Apersepsi, yaitu pengerahan dengan sengaja semua isi kesadaran, termasuk tanggapan,pengertisn, dan sebagainya yang telah di miliki dan bersesuaian dengan objek pengertian.

3.      Adaptasi (penyesuaian diri).

Jika ketiga syarat tersebut bisa terpenuhi maka cukuplah perhatian seseorang terhadap sesuatu, akibatnya pekerjaan yang di lakukan dapat berjalan baik tanpa gangguan.

Namun demikian, ketiga syarat tersebut tidak cukup untuk mencegah agar perhatian kita tidak menrun. Di sini masih terdapat hal-hal yang dapat membantu agar perhatian kita terhadap sesuatu tidak lekas kendur, yaitu, adanya perasaan tertentu terhadap objek tersebut dan danya kemauan yang kuat.

Macammacam perhatian dibagi dalam beberapa hal sebagai berikut :

1.      Perhatian spontan dan di sengaja, yaitu perhatian yang timbul dengan sendirinya oleh karena tertarik pada sesuatu dan tidak di dorong oleh kemauan.

2.      Perhatian statis dan dinamis,perhatian statis yaitu perhatian yang tetap terhadap sesuatu, perhatian dinamis yaitu perhatian yang mdah berubah-ubah dan mudah bergerak, mudah berpindah dari satu objek ke objek yang lain.

3.      Perhatian konserfatif dan distributive, perhatian konserfatif yaitu perhatian yang hanya di tujukan pada satu objek tertenytu, sedangkan perhatian distributive yaitu perhatian yang terbagi-bagi.

4.      Perhatian sempit dan luas, perhatian sempit ialah orang yang memusatkan perhatianya pada suatu objek yang terbatas sekalipun berada dalam lingkungan yang ramai. Perhatian luas yaitu perhatian yang mudah tertarik oleh kejadian-kejadian di sekelilingnya dan tidak dapat mengarah pada hal tertentu.

5.      Perhatian fiktif dan fluktuatif, perhatian fiktif yaitu perhatian yang mudah di usatkan dan melekat lama pada objeknya. Perhatian fluktuatif yaitu perhatian yang sangat subjektif sehingga yang dapat melekat hanya hal-hal yang penting saja.

Adapun factor yang dapat mempengaruhi perhatian di antaranya adalah :

1.      Perseverasi (menahan) peristiw yang terjadi jika seseorang terikat perhatianya pada objek tertentu dan sukar melepas perhatianya.

2.      Adaptasi, perhtian yang tidak terikat pada suatu objek dan dapat menyesuaikan diri dengan keadaan baru.

3.      Osiliasi, perhatian yang ttidak tetap dan sering terputus-putus.

4.      Perhatian bergerak, seseorang yang tidak memiliki perhatian sama sekali terhadap suatu hal.

Perhatian dapat dibedakan menurut jenis dan sifatnya masing-masing pembedaan itu sebagai berikut:

1.      Menurut bentuknya perhatian di bedakan atas :

a.       Perhatian sengaja, perhatian yang terjadi apabila individu ingin menangkap kesan penginderaan secara lebih kuat.

b.      Perhatian tidak di sengaja yaitu tidak ada usaha sadar dari individu untuk memusatkan perhatianya.

c.       Perhatian habitual yaitu perhatian yang cenderung memusatkan perhatian pada hal-hal tertentu yang biasa dia lakukan.

2.      Menurut sifatnya perhatian dapat di bedakan atas :

a.       Perhatian spontan langsung dan perhatian paksaaan perhatianyang tidak dengansengaja individu merasa senang dengan suatu objek.

b.      Perhatian konsentratif dan perhatian distributive yaitu perhatian yang mengacu pada objek yang di amati.

c.       Perhatian sempit dan perhatian perseverative, yaitu perhatian yang melekat pada suatu objek terbatas secara terus menerus.

d.      Perhatian sembarangan, yaitu perhatian yang tidak tetap dan tidak tahan lama.

Penyimpangan perhatian merupkan suatu keadaan yang di alami seseorang pada saat tertentu dan perhatianya d tuukan pada hal lain sehingga tidak sesuai dengan peristiwa yang sedang berlangsung. Penyimpangan ini biasanya di dorong oleh factor internal maupun eksternal.

Pada umumnya hal yang menimbulkan penyimpangan perhatian lebih condong dalam factor eksternal yang di sebut gangguan perhatian. Dalam hubunganya dalam jenis perhatian perhatian spontan tidak mudah terkena gangguan perhatian dari pada perhatian sembarangan. Beberapa cara dalam mengatasi ganguan perhatian dapat di atasi dengan beberapa cara sebagai berikut :

1.      Memperkuat motivasi, di tuntut perhatian dan minat tinggi untuk terhindar dari ganguan perhatian.

2.      Memperkuat usaha dalam menjalankan suatu tugas.

3.      Membiasakan diri dalam membntuk in attention dalam menghadapi gangguan perhatian.


A.  Pengertian Persepsi

Kita menangkap berbagai gejala diluar diri kita melalui lima indera yang kita miliki. Proses penerimaan rangsangan ini disebut penginderaan (sensation). Tetapi pengertian kita akan lingkungan atau dunia disekitar kita bukan sekedar hasil penginderaan itu. Ada unsur interpretasi terhadap rangsangan-rangsangan yand diterima. Interpretasi ini menyebabkan kita menjadi subjek dari pengalaman kita sendiri. Rangsangan-rangsangan yang diterima inilah yang menyebabkan kita mempunyai satu pengertian terhadap lingkungan. Proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antargejala, maupun peristiwa) sampai rangsangan itu disadari dan dimengerti disebut presepsi. Karena presepsi bukan sekedar penginderaan, maka ada penulis yang menyatakan presepsi sebagai the interpretation of experience (penafsiran pengalaman). Karena presepsi terjadi setelah suatu penginderaan, maka baiklah kita bahas terlebih dahulu tentang penginderaan.

B.     Peroses Penginderaan

Perlu ditekankan sekali lagi bahwa presepsi bukan sekedar penginderaan karena rasa manis dapat diinterpretasi secara amat berbeda tergantung apa yang menyebabkan, dan dari konteks yang lebih luas (kebiasaan, selera, dan lain-lain). Akan tetapi diterimanya proses rangsangan sangat penting artinya. Penginderaan inilah yang membuat kita sadar akan adanya rangsangan. Kita akan membahas berbagai factor yang mempengaruhi penginderaan satu per satu.

a.      Ciri-ciri umum dunia presepsi, yaitu:

1.      Rangsangan-rangsangn yang diterima harus sesuai dengan modalitas tiap-tiap indera, yaitu sifat sensoris dasar dari masing-masing indera (cahaya untuk pengelihatan; bunyi bagi pendengaran; sifat permukaan bagi peraba dan sebagainya).

2.      Dunia presepsi mempunyai sifat ruang (dimensi ruang); kita dapat mengatakan atas-bawah, tinggi-rendah, luas-sempit, latar depan-latar belakang, dan lain-lain.

3.      Dunia presepsi mempunyai dimensi waktu, seperti cepat-lambat, tua-muda dan lain-lain.

4.      Objek-objek atau gejala-gejala dalam dunia pengamatan mempunyai setruktur yang menyatu dengan konteksnya. Struktur dan konteks ini merupakan keseluruhan yang menyatu. Kita melihat meja tidak berdiri sendiri tetapi dalam ruang tertentu, di saat tertentu, letak/posisi tertentu dan lain-lain.

5.      Dunia presepsi adalah dunia penuharti. Kita cenderung melakukan pengamatan atau peresepsi pada gejala-gejala yang mempunyai makna bagi kita, yang ada hubungannya dengan tujuan dalam diri kita.

b.      Dimensi penginderaan

Ada empat dimensi penginderaan yaitu:

1.      Intensitas: kuat-lemahnya penginderaan suatu rangsang tertentu. Kita dapat membedahkan cahaya yang kuat dan lemah. Intensitas penginderaan kita jumpai pada semua indera.

2.      Ekstensitas: penghayatan terhadap tebal-tipis, luas-sempit; besar-kecil dan lain-lain.

3.      Lamanya: penginderaan dapat berlangsung lama atau sebentar.

4.      Kualitas: kita dapat membedakan kualitas rangsang misalnya nada atau warna.

c.       Ambang Penginderaan

Ambang dalam penginderaan berarti intensitas suatu rangsang tertentu agar dapat disadari. Persoalan ini juga berhubungan dengan sejauh mana indera bias membedakan intensitas dua buah rangsang (atau lebih). Dua potong besi yang hampir sama beratnya mungkin tidak dapat kita hayati. Perbedaan intensitas itu harus mencapai suatu perbandingan tertentu agar dapat disadari.

1.      Ambang perangsang absolut: yaitu intensitas rangsangan terkecil yang masih dapat menimbulkan penginderaan.

2.      Ambang perbedaan: yaitu perbedaan intensitas rangsangan terkecil yang dapat dibedahkan oleh alat indera. Artinya, untuk membedakan dua intensitas rangsang, dibutuhkan perbedaan energy minimum.

3.      Tinggi rangsang: pertambahan intensitas rangsang akan diikuti oleh pertambahan intensitas penginderaan sampai mencapai maksimum (intensitas penginderaan tidak bias ditambah lagi), akibatnya penambahan intensitas rangsang tidak dapat dibedahkan lagi.

4.      Penyesuaian sensoris: terjadi dengan beberapa cara. Berkurangnya kepekaan indera (bila sinar bertambah) disebut penyesuaian sensoris negatif dan bertambahnya kepekaan indera (bila makin gelap) disebut penyesuaian sensoris positif. Penyesuaian juga bias terjadi dengan cara pergeseran titik sentral. Bila kita menyentuh benda yang suhunya sama dengan tubuh kita, kita tidak merasa apa-apa, inilah titik senteral. Benda yang bertemperatur lebih rendah dari tubuh kita akan dihayati sebagai dingin, dan yang lebih tinggi dihayati sebagai lebih panas.

C.    Alat-alat Indera

Alat-alat indera adalah bagian tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsangan sesuai dengan modalitas masing-masing. Mata dan telinga dianggap sebagai bigber senses karena memberikan informasi inderawi yang lebih kaya dibandingkan hidung, lidah dan permukaan kulit (lower senses). Meskipun demikian, presepsi bukanlah sekedar penjumlahan informasi yang diterima dari alat-alat indera ini.

a.      Pengelihatan

Alat untuk penginderaan pengelihata adalah mata. Dalam alat ini terdapat syaraf reseptor rangsang yang disebut conus (berbentuk kerucut) dan bacillus (berbentuk batang). Kedua syaraf ini terletak dalam rentina mata. Baik conus maupun bacillus peka terhadap cahaya, perbedaan hanya dalam kecepatan penerimaannya (sensitivitas terhadap cahaya). Bacillus peka terhadap cahaya remang-remang oleh karena itu sangat sensitive sedang conus peka terhadap cahaya yang kuat, jadi kurang sensitive disbanding bacillus (membutuhkan intensitas 1000 kali lebih kuat dari rangsangan yang diterima bacillus).

Dari penjelasan diatas, maka jelas bahwa rangsangan yang sesuai untuk indera ini adalah cahaya. Cahaya adalah gelombang-gelombang elektromagnetis yang punya panjang gelombang berbeda-beda.

            Cahaya yang panjang gelombangnya pendek dilihat bagai ungu dan biru dan semakin panjang gelombangnya akan dihayati sebagai merah. Dengan kata lain, setiap warna dasar mempunyai warna sendiri. Atau, panjang gelombang menentukan kualitas pengelihatan.

            Intensitas rangsang terkecil terhadap mata, tergantung dari kondisi alat semula alat indera ini. Mata yang telah dikondisikan dalam kegelapan pekat 100.000 kali lebih sensitif disbanding bila telah menerima rangsang cahaya. Oleh karena itu, mata telah dikondisikan bias melihat cahaya api lilin dari jarak ± 50 km.

a.1 Medan pengelihatan

bagiandari satu ruang yang rangsangan-rangsanganya masi dapat mencapai mata kita. Ada empat daerah/medan pengelihatan yaitu:

1.      Daerah pusat: daerah pada medan pengelihatan yang rangsangan-rangsangannya terlihat paling jelas (tajam) lengkap dengan wrna-warnanya.

2.      Daerah tepi/perifer: daerah disekeliling pusat pengelihatan yang ketajaman dan kualitas warna objeknya telah berkurang, mulai dari warna merah dan hijau, biru dan kuning.

3.      Daerah paling tepi: daerah pengelihatan yang kualitas pengelihatannya pling buruk.

4.      Tiktik buta yaitu dimana tidak terjadi pengelihatan karena disuatu tempat pada rentina tidak ada titik peka cahaya karena urat-urat syaraf meninggalkan mata.

a.2 Penginderaan warna

ada dua sistem warna yang dapat diterima oleh indera kita yaitu sistem warna akromatis (hitam-putih) dan keromatis (berwarna). Sistem warna akromatis mengenal perbedaan kejernihan (terang-gelap) dari putih-abu-abu-hitam. Sistem warna keromatis mengenal empat warna dasar yaitu: merah, kuning, hijau dan biru.

Warna-warna diatas tersusun menurut sistim tertentu. Dalam susunan-susunan tersebut terdapat pasangan-pasangan yang saling menetralisasi. Warna yang dapat menetraliasi warna lain disebut warna koplementer . hijau-biru merupakan warna komplementer bagi merah; kuning bagi biru; dan putih bagi hitam.

Jika kita letakkan warna terang diatas dasar yang gelap, maka akan terjadi konteras simultan, warnah tersebut akan Nampak lebih jernih. Kalau kita melihat pada satu warna tertentu untuk beberapa saat (sambil memusatkan pengelihatan), lalu mengalikan pandangan kesuatu latar belakang yang putih dan anda masih melihat bayangan tersebut dengan kualitas yang sama, maka terjadi konteras suksesif dengan gambar pengiring positif. Sedang bila bayangan yang menyerupai kita telah berubah menjadi warna komplementernya, maka gambar pengiringnya adalah negative.

a.3 Buta warna

dalam tiga warna kita terdapat tiga sistem yang memungkinkan kita membedakan sepasang warna komplementer, yaitu: sistem terang-gelap, sistem kuning-biru; dan sistem merah-hijau. Orang berpengelihatan normal memiliki ketiga sistem tersebut atau trikromat. Kehilangan salah satu sistem tersebutatau lebih, disebut buta warna. Buta warna bias berarti dikromat (biasanya buta terhadap biru-kuning atau merah-hijau) bila tidak memiliki salah satu sistem; atau monokromat (hanya memiliki sistem terang-gelap) bila tidak memiliki dua sistem dari ketiga sistem diatas.

a.4 Nilai afektif warna

untuk menunjukan bahwa persepsi bukan hanya penginderaan saja maka nilai afektif warna dapat menjadi contoh yang baik. Warna yang kita hayati dapat menimbulkan berbagai perasaan sehingga interpretasi kita terhadap warna-warna tersebu bias sangat berlainan. Warna putih, misalnya bias kita interpretasi sebagai warna bersih, suci, kala (menyerah) dan lain-lain. Warna merah bias berarti kebahagiaan, keberanian atau kemarahan dan lain-lain.

b.      Pendengaran

Alat indera untuk pendengaran adalah telinga dengan segala pelengkap didalamnya, terutama gendang telinga (membrane timpani) dengan syaraf-syaraf reseptor getaran ditelinga bagian dalam (cochlea). Rangsangan yang sesuai untuk indera ini adalah getaran-getaran udara, atau perubahan-perubahan dalam tekanan udara. Bila getaran-getaran tersebut teratur dan periodic, maka akan terdengar nada. Tetpi bila getaran-getaran tersebut tidak teratur, akan terdengar desab.

b.1 Frekuensi dan tinggi nada

jumlah getaran perdetik (frekuensi) menentukan tinggi nada. Semakin besar frekuensi, semakin tnggi nada yang terdengar. Ambang perangsang absolut suatu nada adalah 0 Hz (1 Hertz: dalam satu detik udara bergetar sebanyak 1 kali) dan tertinggi adalah 20.000 Hz. Indera pendengaran manusia dapat membedakan berbagai kualitas nada (warna nada), dank eras lemahnya suatu nada. Kemampuan ini besar manfaatnya untuk mempelajari bahasa lisan dan musik.

b.2 Amplitudo dan intensitas bunyi

keras lemahnya bunyi (disebut amlitudo) tergantung dari besar-kecilnya energy getaran (intensitasnya). Amplitude suatu bunyi sangat tergantung dari besarnya energy tersebut. Satu nada dapat memiliki frekuensi yang sama (sama tinggi nadanya) tetapi berbeda amlitudonya (keras-lemahnya).

Gejalah yang menarik dalam hal ini adalah yang disebut masking. Bila ada beberapa nada dibunyikan (do, mi, sol) maka akan terdengar satu nada yaitu do, nada-nada yang lain tidak akan terdengar lagi. Masking ini terjadi karena naiknya ambang intensitas suatu nada disebabkan oleh pengaruh nada-nada lainnya. Intensitas bunyi punya dampak yang berfariasi pada manusia. Dar tidak berpengaruh apa-apa, menghibur, sampai membahayakan diri manusia.

b.3 Warna suara (timbre)

warna bunyi menunjukkan suber bunyi tersebut. Nada C dapat mempunyai frekuensi dan amplitude yang sama tetapi mempunyai warna yang berbeda (piano dan gitar, atau alat musik lainnya). Kemampuan manusia untuk membedakan warna suara ini sangat memperkaya pengalamannya.

b.4 desab

 desab adalah bunyi-bunyi yang amat kompleks dan tidak teratur. Wilhelm Wundt (1832-1920), membedaan tiga macam desah, yaitu:

1.      Desah yang bersifat nada, atau menyerupai nada.

2.      Desah yang berlangsung selama beberapa waktu, misalnya bunyi terbakarnya korek api yang baru dinyalakan (mengejes).

3.      Desah sesaat, bersifat eksplosif, seperti ledakan.

Suara manusia yang berbicara terdiri dari huruf-huruf hidup (vokal) dan huruf-huruf mati (konsonan) yang sangat kompleks. Vocal mempunyai sifat nada dan konsonan mempunyai sifat desah.

c.       Penciuman

Alat indera untuk penciuman adalah hidung dan syaraf-syaraf reseptornya. Rangsang yang selesai untuk indera ini adalah zat-zat kimiawi yang berbentuk gas. Ada enam bau utama yang dapat ditangkap oleh indera ini:

1.      Bau rempah-rempah : misalny cengkeh

2.      Bau harum : misalnya panili

3.      Bau eteris : misalnya jeruk, eter, sereh

4.      Bau damar : misalnya terpentin

5.      Bau busuk : misalnya telur busuk

6.      Bau hangus : misalnya ter

Adaptasi sensoris pada indera ini kentara sekali. Orang yang telah terbiasa dengan lingkungan berbau busuk tidak akan mencium lingkungannya sepertinya itu (padahal tamu yang datang kerumahnya mencium bau itu).

Penciuman merupakan proses yang kompleks. Para ahli sampai sekarang belum data menjelaskan bagaimana as itu merangsang syaraf-syaraf reseptor dalam hidung sehingga timbul bau yang beraneka ragam.

d.      Pengecapan

Alat ndera untuk pengecapan adalah  lidah dengan syaraf-syaraf reseptor pada papil-papil rasa diatas dan disekeliling lidah. Rangsang yang sesuai dengan indera ini adalah cairan kimiawi.

Terdapat empat macam rasa yang dapat diterima oleh pengecapan kita, yaitu: manis, asin, asam, dan pahit. Rasa-rasa lain hanya merupakan gabungan dari keempat rasa tersebut. Kepekaan terhadap rasa pahit paling besar. Ambang perangsang absolut untuk tiap-tiap rasa adalah sebagai berikut:

Manis (gula)                1 gram dilarutkan dalam 200 m.l. air

Asin (garam dapur)     1 gram dilarutkan dalam 400 m.l. air

Asam (HCL)               1 gram dilarutkan dalam 15.000 m.l. air

Pahit (kina)                  1 gram dilarutkan dalam 2.000.000 m.l. air

Indera ini erat hubungannya dengan indera penciuman. Orang yang indera penciumannya tidak berfungsi (anosmia), seringkali merasakan masakan yang ia makan hambar.

e.       Peraba

Artinya jauh lebih luas dari pengertian sehari-hari. Alat-alat indera peraba tidak terbatas pada permukaan kulit dengan reseptor-reseptornya tetapi juga menyangkut alat-alat yang peka terhadap oreantasi dan keseimbangan. Oleh karena itu, rangsang yang sesuai dengan indera ini juga bermacam-macam yaitu tekanan, suhu, rasa sakit/nyeri, dan gerakan. Beberapa pengarang bahkan membedakan antara indera kulit, persentuhan, kinestesis, dan lain-lain (lihat Verbeek, 1978).

Kulit berfungsi untuk memberikan informasi tentang kualitas lingkungan. Oleh karena itu, kulit mempunyai berbagai reseptor yang terdapat pada titik-titik permukaan kulit, yaitu titik-titik tekanan, nyeri, panas, dingin. Titik-titik nyeri adalah yang terbesar jumlahnya, lalu titik-titik tekanan, dingin, dan panas. Pada seluruh tubuh kita ada bagian-bagian yang sedikit da nada yang banyak reseptornya (daerah peka).

Kepekaan pada daerah orientasi dan keseimbangan terdapat dalam “indera” kinestesis yang berarti “kepekaan terhadap gerakan”. Ada dua sistem kinestesis, yaitu: sistem vestibular dan sistem rabaan. Sistem vasibular peka terhadap gravitasi, akselerasi dan deselerasi, serta gerakan berputar. Sistem rabaan peka terhadap kualitas permukaan disekitar kita, letak anggota badan, dan tegangan otot.

D.    Pengamatan Dunia Nyata

Presepsi kita terhadap dunia nyata merupakan olahan semua informasi yang diterima oleh indera-indera yang dipengaruhi oleh kondisi pesikologis dan pengalaman kita. Berikut ini ada beberapa perinsip umum yang mengatur pengaatan kita terhadap dunia nyata.

a.      Konstansi

Presepsi tidak selalu terjadi disaat objek atau gejala itu langsung ditangkap oleh panca indera. Presepsi kita selalu berlangsung dalam dimensi ruang dan waktu, oleh karena itu, dikenal konsep konstansi persepsi. Konstansi ini lebih bersifat pesikologis karena arti dari suatu objek atau gejalah bagi kita bersifat tetap, atau konstan. Ada 3 macam konstansi.

a.1 Konstansi tempat atau lokasi

bila kita naik kereta api. Walau letak benda-benda dan hubungan antar benda-benda akan berubah dalam medan penglihatan, tetai secara pesikologis kita menyadari bahwa keadaan tempat atau lokasi mereka tidak berubah.

a.2 Konstansi warna

kalau kit meliht tas berwarna merah, tetapi tiba-tiba lampu padam, maka warna tas tersebut akan terlihat lebih kehitam-hitaman. Meskipun demikian, gambar pesikologis dalam diri kita menyatakan tas tersebut tetap merah.

a.3 Konstansi bentuk dan ukuran

bendah yang jauh akan terlihat lebih kecil, dan benda-benda yang berubah posisinya dalam medan pengelihatan kita akan nampak berbeda  bentuknya. Tetapi kita tahu seberapa besar sebetulnya sebuah kereta api yang kita lihat kecil dikejahuan dan bagaiman bentuk pintu ruang tamu kita walau posisinya diubah-ubah.

b.      Figur dan Latar Belakang

Keberadaan suatu objek pengamatan menggejala sebagai suatu figure yang menonjol diantara objek-objek lain, baik karena sifatnya memang menyolok atau karena dengan sengaja pengamat memusatkan perhatiannya pada objek tertentu.

Jika objek-objek disekitar kita tidak mempunyai daya tarik yang sama kuatnya, maka dapat dikatakan bahwa:

1.      Figure mempunyai bentuk yang lebih jelas dari latar belakang.

2.      Figure mempunyai struktur, latar belakang tidak.

3.      Latar belakang dapat diamati sebagai gejala yang tidak punya batas tetapi figure punya batas.

4.      Figure terletak didepan latar belakang. Perinsip figure dan latar belakang juga berlaku untuk indera pendengaran.

c.       Hukum-hukum Gestalt

Suatu Gestalf adalah suatu totalitas dan totalitas bukan penjumlahan dari bagian-bagian totalitas itu.

Dalam totalita ada unsur baru, struktur dan arti yang ditentukan oleh hubungan antarbagian  dalam totalitas tersebut. Hukum-hukum Gestalt mengatur pola hubungan antarbagian dalam totalitas itu sehingga muncul dalam medan presepsi dengan cara tertentu.

c.1 Hukum kedekatan (proximity)

objek-objek presepsi yang berdekatan akan cenderung diamati sebagai suatu kesatuan. Garis-garis akan dipresepsi sebagai berpasang-pasang dan tanda X akan dipresepsi secara vertical.

c.2 Hukum kesamaan (similarity)

objek-objek yang cirinya sbagian besar sama, akan cenderung diamati sebagai satu totalitas.

c.3 Hukum bentuk-bentuk tertutup (closure)

bentuk-bentuk yang sudah kita kenal, walau hanya nampak sebagian atau terlihat sebagai sesuatu yang tidak sempurna, cenderung kita lihat sebagai sempurna.

c.4 Hukum kesinambungan (continuity)

pola-pola yang sama dan berkesinambungan, walau ditutup oleh pola-pola lain, tetapi diamati sebagai kesatuan.

c.5 Hukum Gerak Bersama (common fate)

unsur-unsur bergerak dengan cara dan arah yang sama dilihat sebagai suatu kesatuan.

d.      Peresepsi Kedalaman (depth perception)

Presepsi kedalaman merupakan kemampuan indera penglihatan untuk mengindera ruang. Akan tetapi ruang berdimensi tiga, sedang penginderaan visual kita hanya berdimensi dua. Oleh karena itu penginderaan ruang merupakan penghayatan yang menyeluruh, bukan sekedar penginderaan visual saja.

Ada beberapa patokan yang digunakan manusia dalam presepsi kedalaman yaitu:

1.      Perspektif atmosferik: semakin jahu objek, semakin kabur.

2.      Prespektif linear: semakin jahu, garis-garis akan makin menyatu menjadi satu titik (konvergensi).

3.      Kualitas permukaan (texture gradient), berkurangnya ketajaman kualitas tekstr karena jarak makin jahu.

4.      Posisi relatife, objek yang jahu akan ditutupi atau kualitasnya menurun karena bayangan objek-objek yang lebih dekat; selain itu benda yang lebih dekat akan trletak didepan benda yang lebih jahu dalam medan pengelihatan kita.

5.      Sinar dan bayangan, bagian permukaan yang lebih jahu dari sumber cahaya akan lebih gelap disbanding yang lebih dekat.

6.      Patokan yang sudah dikenal, benda-benda yang sudahkita kenal ukuranya akan terlihat lebih kecil dikejahuan; juga dapat dipakai untuk membandingkan ukuran satu objek dengan objek lain pada jarak tertentu.

e.       Presepsi Gerak

Untuk mengamati gerak dibutuhkan patokan. Dengan demikian, gerakan adalah sesuatu yang berpindah posisinya daripatokan. Kalau patokannya kabur/tidak jelas, maka kita bias memperoleh informasi gerakan semu. Gerakan semu terjadi bila ada dua rangsang yang berbeda muncul hampir bersamaan waktunya. Ada dua macam gerakan semu, yaitu:

1.      Efek otokinetik, bila kita memandang setitik cahaya dalam keadaan gelap gulita, cahaya tersebut akan Nampak bergerak keatas, kebawah, kesamping kiri dan kanan.

2.      Gerakan stroboskopik, terjadi karena ada dua rangsang yang berbeda yang muncul hampir bersamaan. Dalam gerakan stroboskopik ini ada gejala yang disebut phi-penomenon. Gejala ini terjadi bila ada dua rangsang atau lebih yang muncul dalam selang waktu yang amat pendek dan diamati sebagai gerakan dari satu rangsang saja. Lampu-lampu iklan di toko-toko atau jalan-jalan besar menggunakan teknik ini. Demikian juga dalam pemutaran film.

f.        Ilusi

Ilusi merupakan kesalahan dalam presepsi, yaitu memperoleh kesan yang salah mengenai fakta-fakta objektif yang disajikan oleh alat-alat indera kita.

f.1 Ilusi disebabkan factor-faktor eksternal

gambar pada cermin serta gaung suara adalah ilusi tipe ini. Gambar atau bayangan dicermin kelihatanya terletak dibelakang kaca, ini disebaba dari arah itulah cahaya datang mengenai mata kita, gaung datangnya dari arh yang berlawanan dengan posisi kita berdiri, karena dari situ pulalah suara tadi masuk kedalam telinga kita.

f.2 Ilusi disebabkan kebiasaan             

rangsang-rangsang yang disajikan sesuai dengan kebiasaan kita dalam mengenali rangsang akan dengan mudah menimbulkan ilusi.

f.3 Ilusi karena kesiapan mental atau harapan tertentu

jika kita kehilangan sesuatu, dan ingin sekali menemukannya kembali, anda akan sering melihat sesuatu yang mirip barang tersebut.

f.4 Ilusi karena ondisi rangsang terlalu kompleks

bila rangsang yang diamati terlalu kompleks, maka rangsang tersebut dapat meutup-nutupi atau menyamarkan fakta-fakta objektif dari objek atau gejala tertentu.

E.     Faktr-faktor yang Berpengaruh Terhadap Presepsi

Karena presepsi lebih bersifat pesikologis daripada merupakan proses penginderaan saja, maka ada beberapa factor yang mempengaruhi.

a.      Perhatian yang selektif

Dalam kehidupan Manusia setiap saat akan menerima banyak sekali rangsang dari lingkungannya. Meskipun demikian ia tdak harus menangapi rangang yang diterimanya. Untuk itu, individunya memusatkan perhatiannya pada rangsang-rangsang tertentu saja. Dengan demikian, objek-objek atau gejala-gejala lain tidak akan tampil ke muka sebagai objek pengamat.

b.      Ciri-ciri rangsang

Rangsang yang bergerak diantara rangsang yang diam akan lebih menarik perhatian. Demikian juga rangsang yang paling besar diantara yang keci; yang kontras dengan latar belakangnya dan yang intensitas rangsangnya paling kuat.

c.       Nilai-nilai dan kebutuhan Individu

Seorang seniman tentu punya pola dan cita rasa yang berbeda dalam pengamatanya disbanding dengan seorang bukan seniman. Penelitian juga menunjukkan bahwa anak-anak dari golongan ekonomi rendah melihat koin (mata uang logam) lebih besar disbanding anak-anak orang kaya.

d.      Pengalaman terdahulu

Pengalaman-pengalaman terdahulu sangat mempengaruhi bagaimana seseoran mempersepsi dunianya. Cermin bagi kita tentu bukan barang baru, tetapi lain halnya bagi orang-orang Mentawai di Pedalaman Siberut atau saudara-saudara kita di pedalaman Irian.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Ilmu

Pemikiran Kalam Ulama Modern

Konteks Pendidikan Luar Sekolah