Amtsalul Qur'an



AMTSALUL QUR’AN
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an
Dosen pengampu: Mahbub Junaidi, M.Th.I




 OLEH :
NADHIFATUL KHOIRI

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
 FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM DARUL ULUM LAMONGAN
TAHUN 2016




KATA PENGANTAR

Puji syukur pada Allah yang Maha Esa yang telah memberikan kami nikmat yang banyak sehingga kami mampu menyusun makalah “AMTSALUL QUR’AN”  ini.
Makalah kami kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah ULUMUL QUR’AN, dalam penyusunan makalah ini kami berusaha untuk  dapat menyelesaikan sebaik-baiknya dan kami juga berterimakasih kepada banyak pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, jika dalam makalah ini terdapat kesalahan kata maupun penulisan kami minta kritik dan saranya sehingga kami dapat memperbaikinya di lain kesempatan.





Sukodadi, 25 November 2016


Penulis





DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR  ……………………………………………………………...… i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….………… ii
BAB I PENDAHULUAN. …………………………………………………….….….. 1
A.    Latar Belakang...………………………………………………………………............ 1
B.     Rumusan Masalah..……………………………………………....………..........….. 1
C.     Tujuan ..…………………………………………………………………...........….. 1
BAB II PEMBAHASAN ..…………..…………………..………………...….………. 2
A.    Pengertian Amtsalul Qur’an…...............……………………………………..........….. 2
B.     Pendapat Ulama.…………..…..……………………...…………………............. 6
C.     Syarat-Syarat …………………….…...……..…………………………..........…. 9
BAB III PENUTUP. ………………………………………………………….……..... 10
A.    Kesimpulan.………………………………………………...………………................ 10
B.     Saran …………………………………………………………………............……. 10
DAFTAR PUSTAKA  ………………………...……………………………….……... 11



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Hakikat-hakikat yang tinggi makna dan tujuannya akan lebih menarik jika dituangkan dalam kerangka ucapan yang baik dan mendekatkan pada pemahaman, melalui analogi dengan sesuatu yang telah diketahui secara yakin. Tamsil (membuat permisalan, perumpamaan) merupakan kerangka yang dapat menampilkan makna-makna dalam bentuk yang hidup dan mantap didalam pikiran, dengan cara menyerupakan sesuatu yang gaib dengan yang hadir, yang abstrak dengan yang kongkrit, dan dengan menganalogikan sesuatu dengan hal yang serupa. Betapa makna yang baik, dijadikan lebih indah, menarika dan mempesona oleh tamsil. Karena itulah maka tamsil lebih dapat mendorong jiwa untuk menerima makna yang dimaksudkan dan membuat akal merasa puas dengannya. Dan tamsil adalah salah satu uslub Qur’an dalam mengungkapkan berbagai penjelasan dan segi-segi kemukjizatannya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Pengertian Amtsalul Qur’an?
2.      Bagaimana Pendapat Para Ulama?
3.      Bagaimana Syarat-Syarat Amtsalul Qur’an?
C.     Tujuan Pembahasan
1.      Untuk Mengetahui Pengertian Amtsalul Qur’an.
2.      Untuk Mengetahui Pendapat Para Ulama.
3.      Untuk Mengetahui Syarat-Syarat Amtsalul Qur’an.




BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Ilmu Amsalul Quran
Menurut bahasa (etimologi) kata amtsal berupa bentuk jamak dari lafal matsal yang artinya perumpamaan, Sedang kata matsal, mitsal, dan matsil adalah sama dengan kata syabah, dan syabih, baik dalam lafal maupun dalam maknanya.[1]
Dalam sastra matsal adalah suatu ungkapan perkataan yang dihikayatkan dan sudah popular dengan maksud menyerupakan keadaan yang terdapat dalam perkataan itu dengan keadaan sesuatu yang karenanya perkataan itu diucapkan. Maksudnya, menyerupakan sesuatu (seseorang, keadaan) dengan apa yang terkandung dalam perkataan itu. misalnya, رَبَّ رَمْيَةٍ مِنْ غَيْرِ رَامٍ (Betapa banyak lempiran panah yang mengena tanpa sengaja) Artinya, betapa banyak lemparan panah yang mengenai sasaran itu dilakukan seorang pelempar yang bisanya tidak tepat lemparannya. Orang pertama yang mengucapkan masal ini adalah al-Hakm bin Yagus an-Nagri. Matsal ini ia katakana kepada orang yang biasanya berbuat salah yang kadang-kadang ia berbuat benar. Atas dasar ini, masal harus mempunyai maurid (sumber) yang kepadanya sesuatu yang lain diserupakan.[2]
Kata masal ini digunakan pula untuk menunjukan arti “keadaan” dan “kisah yang menajubkan”. Dengan pengertian ini ditafsirkan kata-kata “masal” dalam sejumlah besar ayat, misalnya firman Allah:
“(Apakah) masal surge yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya…” (Muhammad [47]:15).[3]
Maksudnya, kisa dan sifat surge yang sangat mengagumkan.
            Zamakhsyari telah mengisyaratkan akan ketiga arti ini dalam kitabnya, al-Kasysyaf. Ia berkata: masal menurut asal perkataan mereka berarti al-misl dan an-nazir (yang serupa, yang sebanding). Kemudian setiap perkataan yang berlaku, popular, yang menyerupakan sesuatu, (orang keadaan dan sebagainya) dengan “maurid” (atau apa yang terkandung dalam) perkataan itu disebut masal. Mereka tidak menjadikan sebagai masal dan tidak memandang pantas untuk dijadikan masal yang layak diterima dan dipopulerkan kecuali perkataan yang mengandung keanehan dari beberapa segi. Dan, katanya lebih lanjut, “masal” dipinjam (dipakai secara pinjaman) untuk menunjukkan keadaan, sifat atau kisah jika ketiganya dianggap penting dan mempunyai keanehan.
            Masih terdapat makna lain, yakni makna keempat, dari masal menurut ulama Bayan. Menurut mereka, masal adalah majaz murakkab yang ‘alaqah-nya musabahah jika penggunaanya telah popular. Majaz ini pada asalnya adalah isti’arah tamsiliyah, seperti kata-kata yang diucapkan terhadap orang yang rag-ragu dalam melakukan suatu urusan:مَالِيْ أَرَاكَ تُقَدِّمُ رِجْلًا وَتُوَ خِرُ أُحْرَى  (Mengapa aku melihat engkau melangkahkan satu kaki dan mengundurkan satu kaki yang lain?)
            Dikatakn pula, definisi amsal ialah menonjolkan sesuatu makna (yang abstrak) dalam bentuk yang inderawi agar menjadi indah dan menarik. Dengan pengertian ini maka masal tidak disyaratkan harus mempunyai maurid sebagaimana tidak disyartkan pula harus berupa majaz murakkab.
Apabila memperhatikan masal-masal al-Qur’an yang disebutkan oleh para pengarang, kita dapatkan bahwa mereka mengemukakan ayat-ayat yang berisi penggambaran keadaan sesuatu hal dengan keadaan hal lain. Baik penggambaran itu dengan cara isti’arah maupun dengan tasybih sarih (penyerupaan yang jelas); atau ayat-ayat yang menunjukkan makna yang menarik dengan redaksi ringkasan dan padat, atau ayat-ayat yang dapat dipergunakan bagai sesuatu yang menyerupai dengan apayang berkenaan dengan ayat itu. sebab, Allah mengungkapkan ayat-ayat itu secara langsung, tanpa sumber yang mendahuluinya.
            Dengan demikian, maka amsal Qur’an tidak dapat diartikan dengan arti etimologis, asy-syabih dan an-nazir. Juga tidak tepat diartikan dengan pengertian yang disebutkan dalam kitab-kitab kebahasaan yang dipakai oleh para pengubah masal-masal, sebab amsal Qur’an bukanlah perkataan-perkataan yang dipergunakan untuk menyerupakan seuatu dengan isi perkataan itu. juga tidak tepat diartikan dengan arti masal menurut ulama Bayan, karena diantara amsal Qur’an ada yang bukan isti’arah dan penggunaanya pun tidak begitu popular. Oleh karena itu maka definisi terakhir lebih cocok dengan pengertian amsal dalam Qur’an. Yaitu menonjolkan makna dalam bentuk (perkataan) yang menarik dan padat serta mempunyai pengaruh mendalam terhadap jiwa, baik berupa tasybih ataupun perkataan bebas (lepas, bukan tasybih).
            Ibnul Qayyim mendefinisikan amsal Qur’an dengan “menyerupakan sesuatu dengn sesuatu yang lain dalam hal hukumnya, dan mendekatkan sesuatu yang abstrak (ma’qul) dengan yang inderawi (kongkrit, mahsus), atau mendekatkan salah satunya itu sebagai yang lain.”
            Lebih lanjut ia mengemukakan sejumlah contoh. Contoh-contoh tersebut sebagian besar berupa penggunaan tasybih sarih, seperti firman Allah:
“Sesungguhnya masal kehidupan duniawi itu adalah seperti air (hujan) yang kami turunkan dari langit.” (Yunus [10]:24). Sebagian lagi berupa penggunaan tasybih dimni (penyerupaan secara tidak tegas, tidak langsung), misalnya:
“Dan janganlah sebagian kamu menggunjng sebagian yang lain, Sukakah salah seorang dari kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.” (al-Hujurat [49]:12). Dikatakan dimni karena dalam ayat ini tidak terdapat tasybih sarih. Dan ada pula yang tidak mengandung tasybih maupun isti’arah, seperti firman’nya:
“Wahai manusia, telah dibuat sebuah perumpamaan, maka dengarkanlaholehmu perumpamaan itu. sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk mencitakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tidaklah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah.” (al-Hajj [22]:73). Firman-Nya “sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun “oleh Allah disebut dengan masal padahal didalamnya tidak terdapat isti’arah maupun tasybih.
Sedangkan menurut istilah ada beberapa pendapat, yaitu:
a.       Menurut istilah ulama ahli Adab, amtsal adalah ucapan yang banak menyamakan keadaan sesuatu yang diceritakan dengan sesuatu yang dituju.
b.      Menurut istilah ulama ahli Bayan amtsal adalah ungkapan majaz yang disamakan dengan asalnya karena adanya persamaan yang dalam ilmu balaghah disebut tasbih.
c.       Menurut ulama ahli Tafsir amtsal adalah menempakkan pengertian yang abstrak dalam ungkapan yang indah, singkat dan menarik, yang mengena dalam jiwa, baik dengan betuk tasybih maupun majaz mursal.
Menurut bahasa, arti lafal amtsal ada tiga macam:
a)      Bisa berarti perumpamaan, gambaran atau pererupaan, atau dalam bahasa Arabnya:
 بمعنى المشل والشبه والنظير
b)      Bisa diartikan kisa atau cerita, jika keadaannya amat asing dan aneh.
ويطلق المشل على القصة ان كان لها شان و غر ابة
c)      Bisa juga berarti sifat, atau keadaan atau tingkah laku yang mengherankan pula.
Contohnya seperti dalam ayat 15 surah Muhammad:
مشل الجنة التى وعد المتقو ن فيها انهر من ماء غير اسن وانهر من لبن لم يتغير طعمه وانهر من خمر لذة للشر بين وانهر من عسل مصفى (محمد:15 )
Artinya: “Apakah perumpamaan (penghuni) surge yang dijanjikan kepada orang’orang yang bertakwa yang didalamnya ada sungai-sungai dari khamar (arak) yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring
Ayat tersebut bisa diartikan perumpamaan surge, atau gambaran, sifat, atau keadaan surge yang sangat mengherankan.
Imam Zamakhsyari dalam Tafsir Al-Kasysyaf juga memberikan arti kata matsal dengan arti perumpamaan, sifat, dan kisah, tetapi para ulama ahli Ilmu Bayan menambakan arti yang keempat terhadap lafal matsal, yaitu diartikan dengan majazi murakkab.



2.      Pendapat Para Ulama
Menurut istilah (terminologi), para ulama memberikan beberapa macam definisi Amtsalul Qur’an, antara lain sebagai berikut:[4]
a)      Ulama ahli ilmu adab mendefinisikan al-amtsal, sebagai berikut:
والمشل فى الادب قول محكى سا ئر يقصد به تشبيه حال الذى حكى فيه بحال الذى قيل لاجله
Artinya: “Amtsal (perumpamaan) dalam ilmu adab adalah ucapan yang banyak disebutkan yang telah biasa dikatakan orang yang dimaksudkan untuk menyamakan keadaan sesuatu yang akan dituju.”
Maksudnya, amtsal itu adalah menyamakan hal yang akan diceritakan dengan asal ceritanya (asal mulanya). Contohnya seperti  رب رمية من غير رام(banyak panahan yang tidak ada pamanahnya). Maksudnya, banyak musibah yang terjadi dari orang yang salah langkah. Orang pertama yang menceritakan ungkapan tadi ialah Al-Hakim bin Yaghuts An-Naqary, yang menggambarkan orang yang salah itu kadang-kadang menderita musibah. Karena itu, maka haruslah ada persamaan antara arti yang diserupakan itu dengan asal ceritanya, yakni bahwa banyak kejadian/musibah yang terjadi tanpa sengaja.
b)      Istilah ulama ahli ilmu bayan mendefinisikan al-amtsal, sebagai berikut:
المشل هو المجاز المر كب الذى تكو ن علا قته المشا بهة
Artinya: “Perumpamaaan ialah bentuk majaz murakab yang kaitannya/ konteksnya ialah persamaan.”
Maksudnya, amtsal ialah ungkapan/majaz/kiasan yang majemuk, di mana kaitan antara yang disamakan dengan asalnya adalah karena adanya persamaan/keserupaan.
Semua bentuk amtsal ini ialah bentuk isti’arah tamtsiliyah (kiasan yang menyerupakan). Contohnya seperti ucapan yang ditujukan bagi orang yang ragu-ragu mengerjakan sesuatu perbuatan dengan kata-kata:
مالى رأك تقدم رجلا وتؤ خرى
Artinya: “Saya lihat kamu maju mundur saja.
c)      Para ulama yang lain memberikan definisi matsal ialah mengungkapkan sesuatu makna abstrak yang dapat dipersonifikasikan dengan bentuk yang elok dan indah.
Maksudnya matsal itu ialah menyerupakan hal-hal yang abstrak disamakan dengan hal-hal yang kongkret. Contohnya seperti: Ilmu itu seperti cahaya.
Dalam perumpamaan ini, ilmu yang abstrak itu disamakan dengan cahaya yang kongkret, yang bis adiindera oleh mata. Perumpamaan dalam bentuk ini, tidak disyaratkan harus adanya asal cerita.
d)     Ulama ahli tafsir mendefiniskan amtsal, sebagai berikut:
المشل هو ابراز المعنى فى صورة رائعة مو جزة لها و قعها فى النفس سواء كا نت تشبيها او قولا مر سلا
Artinya: “Matsal ialah menampakkan pengertian yang abstrak dalam ungkapan yang indah, singkat dan menarik yang mengena di dalam jiwa, baik dengan bentuk tasbih, ataupun majaz nursal (ungkapan bebas).
Ta’rif amtsal yang didefinisikan ulama ahli tafsir ini relevan dengan yang terdapat dalam Al-qur’an.
Contoh matsal dalam bentuk tasbih sharih, ialah seperti dalam ayat 24 surah Yunus:
انما مثل الحيوة الد نيا كماء انز لنها من السماء فا ختلط به نبات الارض (يو نس:24)
Artinya: “Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu adalah sepertia air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanaman-tanaman bumi.”
Dalam ayat tersebut gambaran kehidupan manusia di dunia yang relatif singkat itu diserupakan dengan waktu turunya air hujan dari langit (yang konkret) yang juga hanya sebentar.
Contohnya matsal dalam bentuk tasybih dhimni (perumpamaan yang terselubung), ialah seperti dalam ayat 12 surah Al-hujurat:
ولا يغتب بعضكم بعضا ايحب احد كم ان يا كل لحم اخيه ميتا فكر هتموه (الحجرات:12)
Artinya: “Dan janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kalian memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya.”
Contoh matsal dalam bentuk majaz musal ialah seperti dalam ayat 73 surah Al-Hajj:
يايها الناس ضرب مشل فا ستمعواله ان الذ ين تد عون من دون الله لن يخلقوا ذبابا ولو اجتمعو اله وان يسلبهم الذ باب شيئا لا يستنقذوه منه ضعف اله الطالب والمطلوب (الحج:73)
Artinya: “Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. sesunggunya segala yang kalian seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka itu menyambar sesuatu dari mereka, tidaklah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan yang disembah.”
Dalam ayat tersebut tidak berupa tasbih ataupun isti’arah, karena tidak ada asal cerita atau musababnya.



3.      Syarat-Sarat Amtsalul Qur’an
Di dalam matsal seperti halnya didalam tasbih, haruslah terkumpul empat unsur sebagai berikut:
a)      Hasus ada yang diserupakan (al-musyabbah), yaitu sesuatu yang akan diceritakan.
b)      Harus ada asal cerita (al-musyabbah bih), yaitu sesuatu yang dijadikan tempat menyamakan.
c)      Harus ada segi persamaannya (wajhul musyabbah), yaitu arah persamaan antara kedua hal yang disamakan tersebut.
d)     (Ayat tasbih) Yaitu kaf, mitsil, kaanna, dan semua lafaz yang menunjukkan makna perserupaan.
Jika diperhatikan beberapa Amtsalul Qur’an disebutkan para pengarang Ulumul Qur’an, ternyata mereka merangkum ayat-ayat al-qur’an yang mempersamakan keadaan sesuatu yang lain, baik yang berbentuk isti’arah, tasbih, ataupun yang berbentuk majaz mursal, yang tidak ada kaitanya dengan asal cerita. Jadi, beberapa Amtsal dalam al’qur’an, tidak selalu ada asal ceritanya (musyabah bih)nya, tidak seperti yang terdapat dalam amtsal dari parah ahli bahasa, para ahli bayan, dan sebagainya.[5]
Orang pertama yang menyusun amtsal ialah Syaikh Abdur Rahman Muhammad bin Hasain An-Naisaburi, kemudian Imam Abdul Hasan bin Ali bin Muhammad Al-Mawardi, Ibnul Qayyim dan Jalaluddin As-Suyuti.
Ahli balaghah mensyaratkan bahwa tamsil itu harus memenuhi beberapa ketentuan yaitu:[6]
- Bentuk kalimatnya ringkas
- Isi maknanya mengena dengan tepat
- Perumpamaannya baik
- Sampiran atau kinayahnya harus indah.



BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat kami simpulkan bahwa:
a.       Amtsatul Qur’an Secara bahasa berasal dari kata mitsl yang artinya perumpamaan, sedangkan menurut istilah Menurut ulama ahli Tafsir amtsal adalah menempakkan pengertian yang abstrak dalam ungkapan yang indah, singkat dan menarik, yang mengena dalam jiwa, baik dengan betuk tasybih maupun majaz mursal.
b.      Adapun pendapat para ulama diantaranya pendapat Ulama ahli ilmu adab, pendapat ulama ahli Bayan, pendapat ulama yang lain dan pendapat ulama ahli Tafsir.
c.       Adapun syarat-syarat Ahli balaghah bahwa tamsil/amtsal harus memenuhi empat syarat, sebagai berikut: Bentuk kalimatnya ringkas, Isi maknanya mengena dengan tepat, Perumpamaannya harus baik, Kinayahnya harus indah.

D.      Saran
Kami selaku penulis menyadari seutuhnya banwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami minta kritik dan saran dari pembaca agar kami dapat memperbaikinya di lain kesempatan.



DAFTAR PUSTAKA

Syadali Ahmad, Abd Djaliel Maman, Ulumul Qur’an II, Bandung, Pustaka Setia, 1997
Djalal Abdul, Ulumul Qur’an, Surabaya, Dunia Ilmu, 2012
As Mudzakir, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Bogor, Pustaka Litera AntarNusa, 2011


[1] Abdul Djalal, Ulumul Qur’an, Surabaya, Dunia Ilmu, 2012, hal 309.
[2] Mudzakir As, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Bogor, Pustaka Lentera AntarNusa, hal 402
[3] Muhammad al-Khidir, Balagatul Qur’an,  hal 26.
[4] Ibid., hal 310.
[5] Ibid., hal 313
[6] Ahmad Syadali, Maman Abd Djaliel, Ulumul Qur’an II, Bandung, Pustaka Setia, 1997, hal 35

Komentar

  1. Play Online Casino Site | Lucky Club Live
    The #1 UK Online Casino site for UK players, featuring top casino games, generous bonuses, and fast payouts. Register today to get £100 Welcome Bonus + 110 Free Spins. luckyclub.live

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Ilmu

Pemikiran Kalam Ulama Modern

Konteks Pendidikan Luar Sekolah